“Hidup kami memang sangat sederhana. Gaji Rp300.000 itu tentu tidak cukup untuk sebulan, tapi kami tetap harus mengajar karena anak-anak butuh pendidikan. Bantuan ini sangat membantu kami untuk bisa bernapas sejenak dalam memenuhi kebutuhan di dapur. Kami sangat bersyukur,” ujar salah seorang guru honorer penerima manfaat di Lombok Timur.
Pada Selasa, 25 November 2025, tepat di Hari Guru Nasional, Relawan Nusantara kembali menapaki lorong-lorong sunyi perjuangan para pengabdi pendidikan. Perjalanan menuju sekolah-sekolah kecil di Nyiur Tebel, Sukamulia, dan Pringgasela. Tempat para guru honorer mengabdikan hidupnya meski penghasilan mereka nyaris tidak layak disebut upah.
Jejak Panjang Pengabdian Para Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
Di salah satu sudut SDN 1 Nyiur Tebel, Pak Rifai sudah lebih dari dua puluh tahun berdiri di depan kelas. Sementara di SMP 1 Sukamulia, Pak Shopyandi tetap bertahan, mengajar dengan penuh kesabaran meski gaji bulanannya bahkan tak cukup untuk kebutuhan pokok sehari-hari. Di SMP 2 Pringgasela, Bu Anika masih menyapu halaman sekolah setiap pagi sebelum mengajar, sebuah kebiasaan yang ia lakukan bukan karena diwajibkan, tetapi karena ia ingin murid-muridnya belajar di lingkungan yang layak, walaupun dirinya sendiri hidup dalam serba keterbatasan.
Mereka bukan tiga orang luar biasa yang berdiri sendiri. Mereka adalah representasi dari ratusan, bahkan ribuan guru honorer di Lombok Timur yang bertahan hidup dengan gaji rata-rata hanya Rp300.000 per bulan. Sebuah angka yang membeku di tengah kebutuhan hidup yang terus melambung, membuat mereka harus memilih antara membeli kebutuhan pokok atau mempertahankan idealisme sebagai pendidik. Namun mereka tetap memilih hadir, mengajar, dan bertahan.
Bingkisan Cinta yang Menguatkan Nafas dan Harapan
Dalam suasana penuh kesederhanaan, Relawan Nusantara hadir membawa paket pangan yang tidak hanya berisi kebutuhan dasar, tetapi juga secercah kelegaan. Bantuan ini menjadi ruang bernafas bagi mereka yang harus terus menghitung setiap rupiah agar dapur tetap menyala. Setiap paket pangan yang diserahkan bukan hanya sembako, tetapi menjadi wujud kepedulian bahwa bahwa ada tangan-tangan baik yang ingin menguatkan langkah mereka.
Penyaluran bantuan yang dilakukan di beberapa titik di Lombok Timur itu kembali membuka mata tentang realitas pengabdian para guru honorer. Mereka mengajar puluhan tahun tanpa jaminan kesejahteraan, tanpa kepastian masa depan, tetapi tetap datang ke sekolah setiap pagi dengan senyum yang sama, suara yang sama lembutnya, dan harapan yang sama besarnya untuk anak-anak yang mereka sebut sebagai masa depan bangsa.
Meski hidup serba sederhana, para guru tersebut menyimpan keyakinan yang tak mudah padam. Bahwa ilmu harus terus diajarkan, meski perut kadang menanggung lapar. Dan di titik paling rawan itu, paket pangan dari Relawan Nusantara menjadi penyambung nafas, pengganti beban kebutuhan dapur yang seharusnya dapat tertutupi oleh upah yang layak.
Inilah wajah pengabdian yang sesungguhnya. Hening, konsisten, dan penuh daya. Maka di Hari Guru Nasional, Relawan Nusantara bukan hanya memberikan bantuan, tetapi juga memberikan pesan, bahwa para guru honorer tidak sendirian. Masih banyak hati yang ingin membantu, masih banyak tangan yang ingin merangkul, dan masih banyak kesempatan bagi siapa pun untuk menjadi bagian dari kisah perjuangan mereka.
Klik disini untuk ikut menjadi bagian dari kisah perjuangan mereka. Karena pendidikan tidak hanya dibangun oleh bangku dan papan tulis, tetapi oleh keteguhan orang-orang sederhana yang setiap hari memilih untuk tetap mengajar, meski gaji mereka bahkan tak cukup menutupi kebutuhan pokok. Dan setiap kebaikan kecil dari sahabat, adalah bahan bakar yang membuat keteguhan itu tetap menyala.