Bagi sebagian orang, musim dingin mungkin identik dengan jaket tebal, secangkir teh hangat, dan waktu bersama keluarga di rumah yang nyaman. Namun di Gaza, musim dingin membawa cerita yang berbeda. Tentang perjuangan dan keteguhan untuk bertahan hidup.

Setiap tahun, dari bulan November hingga Februari, suhu di Palestina bisa turun hingga di bawah 10°C, bahkan mendekati titik beku di malam hari. Angin kencang dan hujan deras bukan hanya membuat udara terasa dingin, tapi juga merobohkan tenda-tenda pengungsian yang terbuat dari plastik tipis dan kain usang. Drainase yang buruk juga menyebabkan genangan air dan banjir bisa masuk ke tenda yang merupakan satu-satunya tempat tinggal bagi ribuan keluarga.

Jika kita yang merasakan kehujanan di jalan, kita masih bisa pulang dan berganti pakaian. Tapi bagi warga Gaza, ketika hujan turun, tempat tinggal mereka ikut basah, bocor, bahkan roboh.

Anak-Anak yang Menggigil di Tengah Musim Dingin Gaza

Anak-anak menjadi kelompok paling rentan di musim dingin Gaza. Tubuh kecil mereka menggigil tanpa jaket, tidur di atas tanah lembab tanpa selimut hangat, dan sering kali harus bertahan berhari-hari tanpa makanan bergizi. 

Tahun lalu, enam bayi di Gaza syahid karena hipotermia. Ribuan tenda rusak diterjang angin dan banjir, sementara keluarga yang selamat harus bertahan dengan pakaian basah dan tubuh lemah.

Laporan UNRWA (United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East) pada Desember 2024 menyebutkan bahwa hanya 23% kebutuhan musim dingin Gaza yang terpenuhi. Artinya, hampir satu juta orang masih terpapar dingin tanpa perlindungan yang layak.

Di Tengah Dingin yang Membeku, Harapan Tetap Menyala

Bayangkan seorang ibu yang memeluk erat anaknya agar hangat, tapi tubuhnya sendiri menggigil hebat. Bayangkan seorang lansia yang sendirian di tenda kecil, menahan nyeri sendi yang semakin parah karena dingin yang menusuk tulang. Mereka bukan hanya melawan suhu ekstrim, tetapi juga melawan kelaparan, kekurangan obat, dan kehilangan tempat tinggal. Musim dingin ini, bukan hanya menghadirkan rasa dingin, tapi juga bisa menjadi ancaman bagi nyawa.

Karena Satu Selimut Bisa Menyelamatkan Nyawa

Mungkin kita berpikir, “Apa yang bisa kita lakukan jika hanya sendirian?” Tapi sesungguhnya, kita tidak pernah sendirian dalam kebaikan. Seperti kata pepatah, setetes demi setetes air bisa membentuk samudra. Demikian pula, donasi kecilmu bisa menjadi selimut bagi seorang anak, jaket untuk seorang ayah, atau makanan hangat bagi satu keluarga.

Dan kali ini, kita bisa menghadirkan kehangatan bagi saudara kita di Gaza tanpa perlu hadir langsung ke pengungsian. Melalui Relawan Nusantara, kebaikan sahabat bisa sampai ke tangan mereka yang membutuhkan. Klik di sini untuk ikut menghadirkan kehangatan bagi saudara kita di Palestina. Karena kadang, hal sekecil selembar selimut bisa menjadi penyelamat hidup seseorang.