Sejak perang Israel di Jalur Gaza dan Tepi Barat pecah pada 7 Oktober 2023, Pasukan Israel dilaporkan terus melancarkan serangan brutalnya, lebih dari 20 ribu korban jiwa dan 57 ribu korban luka-luka dilaporkan dan sedikitnya 100 jurnalis gugur saat menjalankan tugas mereka di wilayah tersebut.
Menurut laporan dari Al Jazeera, kantor media pemerintah di Gaza merilis data mengenai jumlah wartawan yang tewas di Jalur Gaza. Muhammed Abu Hweidy, seorang jurnalis Palestina, dilaporkan sebagai korban terakhir yang gugur dalam serangan udara Israel. Kejadian tersebut terjadi di rumahnya di bagian timur Kota Gaza pada Sabtu, 23 Desember 2023, demikian disampaikan oleh kantor media setempat.
“Jumlah jurnalis yang terbunuh meningkat menjadi 100, pria dan wanita, sejak dimulainya perang brutal di Jalur Gaza, setelah jurnalis Mohammed Abu Hweidy mati syahid dalam serangan udara Israel di lingkungan Shujaiya,” kata kantor media.
Sementara itu, Palestinian Central Bureau of Statistics (PCBS) melaporkan sedikitnya 103 jurnalis telah terbunuh dalam perang Israel-Palestina.
Serangan yang brutal dari Israel juga menyebabkan lebih dari 50 gedung atau kantor media di Gaza hancur. Ratusan jurnalis Palestina dan keluarga mereka terpaksa mengungsi ke bagian selatan sebagai upaya untuk menyelamatkan diri. Untuk menjaga nyawa mereka, para pekerja media terpaksa meninggalkan peralatan kerja di kantor-kantor di wilayah utara yang terkena dampak. Di tengah kondisi lapangan yang sangat sulit, sering kali terjadi putusnya komunikasi.
Para jurnalis yang beroperasi di wilayah konflik bersenjata seharusnya dilindungi berdasarkan hukum kemanusiaan internasional, namun hal ini berkali-kali dilanggar oleh Israel. Jurnalis Palestina mengklaim bahwa Israel dengan sengaja menargetkan mereka sebagai upaya untuk membungkam liputan berita.
Menurut Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Jurnalis Internasional, Tim Dawson, tidak mungkin untuk mengabaikan jumlah korban jiwa jurnalis yang begitu besar.
“Saya kira kita belum pernah melihat adanya korban jiwa dari jurnalis karena konsentrasi mereka dalam konflik apapun yang bisa saya bayangkan. Ada sekitar 1.000 jurnalis di Gaza pada awal konflik ini. Meskipun terdapat sedikit perbedaan dalam perhitungan jumlah korban meninggal, jika antara tujuh setengah dan 10 persen yang meninggal, maka angka tersebut merupakan angka yang sangat tinggi,” ujarnya.
Dawson menyatakan bahwa para jurnalis di Gaza hanya dilengkapi dengan kamera, mikrofon, dan buku catatan sebagai peralatan kerja mereka. Meskipun jumlah korban jiwa sangat tinggi, mereka tetap melanjutkan pekerjaan mereka.
Selain itu, Dawson juga mencatat bahwa beberapa jurnalis Palestina mengalami pengalaman menerima ancaman melalui telepon, yang diduga berasal dari pihak militer Israel. Ancaman tersebut mencakup risiko menjadi sasaran rudal Israel.