Di sebuah desa kecil bernama Sukaratu, Kecamatan Majasari, Kabupaten Pandeglang, Banten, terdapat dua kisah yang berjalan berdampingan, namun memiliki nafas perjuangan yang sama. Mereka adalah Ibu Yamtini dan Pak Rusdi, dua warga yang bangun setiap hari dengan tujuan sederhana, agar dapur tetap mengepul, anak-anak bisa terus bersekolah, dan keluarga tetap bertahan.
Keduanya mengajarkan bahwa harapan bisa tumbuh bahkan dari usaha paling kecil, dan bahwa sekecil apapun bantuan, dapat mengubah hari mereka dengan cara yang tidak pernah kita bayangkan.
Ibu Yamtini: Menyulam Asa dari Tepung Ketan di Tengah Gelap Subuh
Di usia ke-50 tahun, Ibu Yamtini memulai kembali hidupnya setelah pemutusan hubungan kerja yang memaksanya meninggalkan pekerjaan sebagai seorang buruh pabrik. Namun alih-alih menyerah, ia memilih memulai sesuatu yang baru dengan membuat opak ketan. Keterampilan sederhana yang kini menjadi tumpuan hidup keluarganya.
Setiap hari, sebelum ayam berkokok, pukul 03.00 pagi, dapurnya telah menyala. Bersama sang suami yang juga bekerja sebagai buruh bangunan, mereka mengolah ketan menjadi adonan, kemudian menjemur dan memanggangnya. Aktivitas ini berlangsung hingga pukul 08.00 pagi, sebelum ia mulai berkeliling kampung menjajakan hasil tangannya.
Jika harga ketan sedang bersahabat, ia mampu membuat 5 hingga 10 liter adonan opak dalam sehari. Namun saat ini, ketika harga bahan baku tidak stabil, dapat mengolah 4 liter adonan saja sudah ia syukuri. Dari 4 liter tersebut, ia bisa menghasilkan sekitar 20 bungkus opak, dijual seharga Rp10.000-Rp15.000 per bungkus.
Namun yang paling berat bukanlah proses dalam membuat opak, melainkan menjualnya. Setiap hari, ia membawa 20-30 bungkus berkeliling kampung, kadang juga berdiri di depan minimarket. Namun tidak selalu laku.
“Sehari laku 5-10 bungkus pun sudah alhamdulillah,” ucapnya dengan senyum yang menyembunyikan letih.
Ibu Yamtini tidak memikirkan keuntungan besar. Ia hanya ingin bisa membeli beras, membayar listrik, dan memastikan dua anaknya yang masih sekolah di SMA dan SD tetap memiliki masa depan.
Ia berharap suatu hari ada yang bersedia memberikannya modal usaha, agar ia bisa membeli bahan baku lebih banyak, memperbaiki proses produksi, dan memiliki pasar yang lebih stabil.
Ketika tim Relawan Nusantara datang dan memborong dagangannya, matanya berkaca-kaca. Hari itu, ia pulang dengan kantong kosong dan hati yang penuh.
Pak Rusdi: Menjaga Mimpi Besar di Balik Dorayaki Sederhana
Tidak jauh dari rumah Ibu Yamtini, seorang pria bernama Pak Rusdi menyiapkan adonan dorayaki setiap pagi. Dengan peralatan sederhana, ia menggoreng, mengisi, dan membungkus satu per satu dorayaki yang akan ia jajakan.
Rutinitasnya panjang, melelahkan, namun ia jalani dengan ketekunan, sebagai seorang ayah yang ingin memberi yang terbaik bagi keluarganya.
Setiap hari, ia berpindah-pindah lokasi. Pagi hingga siang ia akan mangkal di Puskesmas Sukaratu. Siang hingga sore ia berjualan di area SMA Majasari, dan di malam hari, ia akan menepi di pinggir jalan raya Desa Sukaratu
Jika dagangannya laris, ia bisa membawa pulang Rp50.000–Rp150.000. Namun persaingan pedagang jajanan di lokasi-lokasi tersebut sangat ketat. Tidak jarang ia pulang dengan sebagian besar dorayakinya yang masih tersisa.
Meski harus berjualan dari pukul 07.00 pagi hingga malam, ia tetap tersenyum. Pak Rusdi tidak pernah meminta banyak. Ia hanya ingin bisa menabung agar suatu hari bisa memperbaiki rumahnya yang saat ini sudah tidak layak huni. Keinginannya sederhana, tetapi jalannya panjang.
Maka ketika tim Relawan Nusantara memborong dagangannya, ia merasakan beban yang selama ini ia pikul sedikit berkurang. Hari itu mungkin hanya hari biasa bagi kita, tetapi bagi Pak Rusdi, hari itu adalah nafas tambahan untuk bertahan.
Ketika Bantuan Bukan Hanya Soal Uang, Tapi Tentang Harapan
Kisah Ibu Yamtini dan Pak Rusdi adalah pengingat bahwa di balik deretan rumah dan jalan-jalan kecil, ada perjuangan yang tidak semua orang lihat. Ada seorang ibu yang bangun sebelum fajar demi memastikan anaknya bisa terus bersekolah, ada seorang ayah yang berjalan dari satu tempat ke tempat lain demi beberapa lembar rupiah, dan ada keluarga-keluarga yang tidak meminta belas kasihan, namun hanya ingin kesempatan untuk bisa tetap bertahan.
Sahabat telah membawa sedikit senyum bagi mereka, melalui kebaikan yang sahabat titipkan kepada Relawan Nusantara. Klik disini untuk terus berbagi kebaikan bersama Relawan Nusantara. Karena perjuangan mereka belum selesai, dan bantuan sekecil apa pun dari sahabat, dapat menjadi titik terang dalam hari-hari yang gelap.