Di sudut kota Bandung yang mulai ramai ketika fajar menyingsing, terdapat sosok lansia sederhana yang setiap pagi menapaki jalanan dengan gerobak dorong kecil. Namanya Bah Ahim, pria berusia 85 tahun yang tak pernah kehilangan semangat hidup meski tubuhnya telah renta. Sehari-hari, ia menjajakan buah-buahan di kawasan Panyileukan hingga sekitar Kampus UIN 2. Bukan buah miliknya melainkan milik orang lain yang ia jual dengan sistem bagi hasil.

Bah Ahim bukanlah seorang pedagang besar, namun perjuangannya setiap hari adalah cerminan dari ketangguhan dan keikhlasan hidup. Sekitar pukul lima pagi, sebelum matahari memantulkan sinarnya di jalanan kota, Bah Ahim sudah berada di pasar tradisional untuk mengambil dagangannya. Jeruk, sawo, dukuh, dan buah musiman lain ia angkut dengan sepenuh tenaga, hingga mencapai 30 kilogram per hari. Dengan gerobak kecil, ia menyusuri jalan dan berhenti di tempat-tempat strategis untuk berjualan: trotoar yang teduh, depan kos-kosan mahasiswa, atau pinggiran jalan ramai.

Mata Bah Ahim berbinar setiap kali ada pembeli datang. Ia melayani dengan ramah, meski napasnya mulai tersengal. Terkadang dagangannya habis dan ia bisa membawa pulang hingga seratus ribu rupiah. Namun di hari-hari sepi, ia hanya mendapatkan lima puluh ribu, bahkan kurang. Setiap jenis buah memiliki keuntungan berbeda, dan Bah Ahim tak pernah mengeluh akan itu. Ia hanya bersyukur masih bisa bekerja.

Meski telah berusia lanjut, semangat hidup Bah Ahim tetap menyala. Ia tidak bekerja demi ambisi, melainkan karena tanggung jawab. Di rumah, istri dan anak-anaknya menanti. Ia menjadi tulang punggung keluarga di usia yang semestinya menjadi masa istirahat. Namun keterbatasan hidup membuatnya harus terus melangkah. Bah Ahim bahkan tinggal di pasar sebagai perantau, jauh dari kenyamanan rumah, namun ia tetap sabar dan menjalani hari dengan penuh ikhlas.

“Selama saya masih bisa jalan, saya akan terus jualan. Nggak apa-apa capek, yang penting bisa bawa pulang buat makan keluarga,” ujar Bah Ahim dengan suara lirih namun penuh keteguhan.

Kisah Bah Ahim bukan hanya tentang seorang lansia yang masih mencari nafkah, tapi juga tentang luaskan manfaat dari kerja keras yang tulus. Ia tidak meminta belas kasih, ia tidak mengeluh pada takdir ia hanya terus bergerak, dengan semangat yang kadang kita temukan justru lebih kuat dari orang yang jauh lebih muda.

Mari Kita Luaskan Manfaat untuk Bah Ahim dan Lansia Pejuang Lainnya

Di balik wajah keriput dan tubuh lelahnya, Bah Ahim menyimpan harapan sederhana: bisa terus memberikan yang terbaik untuk keluarga. Namun kita tahu, tidak semua orang sekuat itu menanggung beban usia dan ekonomi sekaligus.

Melalui program Borong dan Berbagi Relawan Nusantara, kita bisa membantu lansia pejuang seperti Bah Ahim. Kita bisa memborong dagangan mereka, memberi mereka kesempatan pulang tanpa membawa sisa beban, dan sekaligus berbagi kebahagiaan kepada orang-orang yang membutuhkan.

Saatnya kita luaskan manfaat, bukan hanya dengan memberi, tapi dengan menghadirkan kehangatan dan harapan bagi mereka yang selama ini diam-diam berjuang.

Yuk, ikut berkontribusi dalam kebaikan ini. Klik tombol Donasi di laman ini dan bantu ringankan langkah para lansia pejuang seperti Bah Ahim. Setiap rupiah Anda, adalah napas semangat untuk mereka terus bertahan.