Di sebuah ruangan sederhana di Gaza, tempat cahaya matahari masuk melalui celah kecil di antara bangunan yang tak utuh, suara para pelajar Al-Qur’an bergema lembut. Mereka duduk melingkar, mushaf-mushaf di tangannya, sebagian masih berdebu terkena debu sisa runtuhan. Namun suara mereka tetap jernih. Sejernih harapan yang mereka kirimkan jauh ke Indonesia.

Mereka berdoa untuk kita. Untuk saudara-saudara mereka yang sedang dirundung bencana.Di tengah hidup yang setiap harinya bersisian dengan suara ledakan dan berita kehilangan, anak-anak Gaza masih menyempatkan menundukkan kepala, mengangkat tangan, dan memohon agar negeri Indonesia, yang bahkan tak pernah mereka lihat secara langsung, agar diselamatkan, dilindungi, dan dikuatkan. 

Mereka membaca doa-doa panjang yang terselip harap,
“Ya Allah, Engkau yang Maha Awal dan Maha Akhir… jagalah saudara-saudara kami di Indonesia. Sebagaimana mereka menolong kami di hari-hari paling gelap kami, jadilah Engkau Penolong mereka hari ini. Sembuhkan yang terluka, terimalah yang wafat, dan angkatlah bencana dari negeri mereka.”

Doa itu lahir dari dada kecil yang penuh rasa syukur: karena di saat Gaza tersungkur, Indonesia berdiri bersama mereka. Karena ketika mereka tak lagi punya daya, tangan-tangan dari negeri jauh itu hadir memegang pundak mereka.

Doanya sederhana, tapi mengalir ke relung paling dalam. Karena di balik doa-doa itu, ada cinta yang bertahan melampaui batas-batas geografi. Ada solidaritas yang ditempa oleh rasa sakit yang sama. Kehilangan, ketakutan, harapan, dan iman.

Kebaikan yang Tidak Pernah Berjalan Satu Arah

Di antara majelis-majelis Qur’an yang mereka sebut sebagai tempat paling berkah yang tersisa, anak-anak itu memohon lagi dan lagi:
“Ya Allah, jadikan Indonesia negeri yang aman. Lindungi anak-anaknya. Lapangkan rezeki mereka. Angkatlah bencana dari keluarga kami di sana.”

Keluarga. Begitu mereka menyebut kita. Gaza menyebut Indonesia sebagai keluarga, bukan karena hubungan darah, melainkan karena hubungan doa dan kebaikan yang pernah terasa sampai ke mereka. 

Dan inilah yang membuat setiap doa yang keluar dari lisan mereka terasa sangat berarti. Karena ia datang dari tempat yang paling tau apa arti kehilangan. Dari tempat yang paling paham, bahwa uluran tangan bisa menjadi penyemangat untuk melanjutkan hidup. Dari tempat yang pernah kita bantu, yang kini membalas menguatkan kita dengan apa yang tersisa dari diri mereka, yaitu iman dan keteguhan hati.

Ketika doa itu mengambang di udara, kita sadar satu hal. Bahwa kepedulian tidak pernah berjalan satu arah. Ia selalu menemukan jalan pulang. Kadang dalam bentuk bantuan. Kadang dalam bentuk doa.Dan di situlah letak kekuatan kemanusiaan, bahwa meski bencana meruntuhkan banyak hal, ia tidak pernah bisa meruntuhkan hati yang memilih untuk saling menjaga.

Maka, jika anak-anak Gaza saja, di tengah puing dan abu, terus mendoakan kita tanpa henti, betapa berharganya kesempatan kita yang masih diberi kelapangan untuk kembali membantu mereka. Klik disini untuk ikut mengirimkan cinta untuk saudara kita di Sumatera. Karena kebaikan selalu mencari jalan pulang. Dan hari ini, melalui uluran tangan kita, ia menemukan jalannya menuju mereka yang sedang berjuang memulihkan hidupnya.