Dalam kehidupan sehari-hari, penting bagi setiap Muslim untuk tidak hanya fokus pada amal kebaikan sosial, namun juga menjaga komitmen terhadap ajaran syariat Islam. Salah satu bentuk penjagaan diri dan keluarga adalah memahami hukum-hukum seputar hubungan suami istri, termasuk larangan berhubungan intim saat istri sedang haidh.
Larangan ini merupakan bagian dari kasih sayang dan hikmah syariat Islam dalam menjaga kebersihan, kesehatan, dan kehirmatan rumah tangga. Sebagai insan yang ingin terus meluaskan manfaat, pemahaman yang benar terhadap aturan-aturan ini menjadi bekal penting dalam membina kehidupan yang diridhai Allah.
Dalil Larangan dalam Al-Qur'an dan Hadis
Allah Ta’ala telah berfirman:
“Maka jauhilah wanita di waktu haidh, dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci.”
(QS. Al-Baqarah: 222)
Ayat ini jelas menunjukkan bahwa seorang suammi tidak diperbolehkan menyetubuhi istrinya yang sedang haidh hingga ia suci dan mandi besar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haidh atau menyetubuhi wanita di duburnya, atau mendatangi dukun, maka sungguh ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad.”
(HR. Tirmidzi no. 135; Ibu Majah no. 639)
Meskipun hadis ini menunjukkan keseriusan dosa tersebut, para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud “kufur” di sini bukanlah keluar dari Islam secara mutlak, melainkan bentuk pengingkaran besar terhadap perintah syariat.
Hukum dan Pandangan Ulama
para ulama sepakat bahwa menyetubuhi wanita haidh adalah haram, dan termasuk dosa besar jika dilakukan dalam keadaan sadar, sengaja, dan tahu hukumnya.
Namun, mengenai kafarah (denda/tebusan) bagi pelakunya, terdapat beberapa pendapat:
- Syafi’iyah & Hanafiyah: Menyarankan satu dinar jika dihubungan di awal haidh dan setengah dinar jika di akhir haidh.
- Hanabilah: Mewajibkan setengah dinar sebagai kafarah.
- Malikiyah: Tidak mewajibkan adanya kafarah.
- Ulama Kontemporer seperti Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim menyatakan bahwa tidak ada kafarah secara syar’i, karena hadis terkait kafarah dinilai dha’if, dan tidak ada dalil sahih yang mengharuskan pengeluaran harta untuk menebus dosa ini.
Dengan demikian, taubat menjadi jalan utama untuk menebus kesalahan ini.
Taubat: Jalan Kembali yang Selalu Terbuka
Jika perbuatan ini penah terjadi, baik karena kealpaan atau ketidaktahuan, maka taubat nasuhah menjadi solusi terbaik yang diajarkan Islam. Langkah-langkah taubat nasuhah meliputi:
- Menyesali perbuatan yang telah dilakukan.
- Berhenti dan tidak mengulanginya lagi.
- Bertekad untuk memperbaiki diri dan menaati aturan Allah ke depannya.
Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Tidak ada dosa yang terlalu besar untuk diampuni jika seorang hamba benar-benar kembali dengan hati yang bersih dan niat yang tulus.
Penutup
Menjaga adab dan aturan syariat dalam hubungan suami istri bukan hanya masalah pribadi, tapi juga bentuk ketaatan yang mendatangkan keberkahan dalam rumah tangga. Larangan berhubungan intim saat haidh adalah aturan yang penuh hikmah dari sisi kesehatan, spiritual, dan sosial.
Sebagai Muslim, mari terus jaga diri dan keluarga dengan mematuhi ajaran Islam. Karena dari situlah kita bisa menajdi pribadi yang lebih baik dan terus meluaskan manfaat dalam berbagi sisi kehidupan.